Perempuan, Pendidikan, Karir serta Lelakinya

"Duh mba, perempuan mah jangan sekolah tinggi-tinggi, karirnya jangan ketinggian juga kalau belum menikah, nanti cowok pada minder" 
 Itu merupakan jawaban dari salah satu pengemudi angkutan online yang mengantarkan saya dari stasiun Tangerang ke rumah salah satu kenalan saya.

Awalnya, saya memesan angkutan online untuk menuju rumah kenalan saya dan kebetulan pula pengemudinya merupakan lelaki yang usianya sekitar 27-30 tahun. Beliau cukup ramah dan baik hati serta amat sangat memperhatikan kenyamanan pelanggannya dengan menyediakan air mineral kemasan di bagian kursi belakang, jujur baru kali ini saya menemukan penyedia jasa sebaik ini. Dengan keramahannya dan kebacotan saya akhirnya beliau membuka obrolan ringan seperti bertanya nama, asal dan hal-hal umum lainnya. 

Obrolan semakin seru saat beliau mulai bertanya 
"mbanya ada rencana menikah umur berapa?"
Jujur, saya agak malas untuk menjawab pertanyaan seperti ini. Karena saya sudah bisa menebak respon dari orang-orang setelah mengetahui target umur saya saat memutuskan untuk menikah nanti. tapi, karena saya menjunjung tinggi sopan santun, saya pun menjawab pertanyaan beliau.
"Saya rencananya nikah umur 27 mas" 
dan beliau pun langsung memberikan respon yang sudah saya duga sebelumnya.
"Duh mba, perempuan mah jangan sekolah tinggi-tinggi, karirnya jangan ketinggian juga kalau belum menikah, nanti cowok pada minder. Nanti ga ada cowok yang mau deketin loh mba? kalau mba rencana nikah umur 27, nanti lelakinya umur berapa mba?"
Saya hanya tersenyum melihat respon beliau, dan kemudian saya menjawab,
"kalau memang lelaki pada minder, ya saya cari lelaki yang jauh 'lebih' diatas saya mas, supaya lelaki saya nantinya gak minder sama saya sebagai pasangannya dia. Semisal diumur 27 pendidikan saya sudah lebih tinggi dari pendidikan saya yang sekarang -aamiin- ya saya cari lelaki yang pendidikannya lebih bagus dari saya. Begitu juga soal karir mas. Semisal nanti lelaki pada minder dengan kemapanan saya diumur 27, ya saya cari aja lelaki jang jauh lebih mapan daripada saya"
Lalu beliau terdiam dan obrolan berubah menjadi "kearah mana kita harus belok karena sudah masuk daerah perumahan tujuan kami".

Mari kembali dengan obrolan diatas. Sebenarnya saya sudah tidak heran lagi dengan respon beliau seperti tadi, karena sudah ada puluhan orang yang memberikan respon sama seperti respon beliau. Tapi yang membuat saya heran di sini adalah mengapa beliau dan puluhan orang lainnya memiliki pikiran seperti itu. Mereka berpikir bahwa "perempuan tidak boleh memiliki pendidikan dan karir yang tinggi. Takut 'gak laku' karena lelakiya minder dengan pendidikan dan karir perempuannya".


Memangnya apa yang salah dengan perempuan yang berpendidikan tinggi? Apa yang salah dengan perempuan yang karirnya cemerlang? Apa yang salah dengan perempuan yang ingin meningkatkan kualitas dirinya? 
Menurut saya pribadi, jawabannya adalah Tidak! Tidak ada yang salah dengan itu semua. Perempuan berhak untuk mendapatkan pendidikan tinggi, perempuan berhak untuk mengejar karirnya setinggi mungkin. Perempuan berhak untuk meningkatkan kualitas dirinya sebaik mungkin. 

Untuk apa perempuan berpendidikan tinggi?
Perempuan berpendidikan tinggi bukan untuk menyaingi laki-laki. Perempuan berpendidikan tinggi agar mereka memiliki wawasan yang luas agar mampu membentuk karakter terbaik untuk anak-anak mereka. Perempuan berpendidikan tinggi agar bisa menjadi sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Bukankah akan lebih menyenangkan apabila kita sebagai orangtua mampu memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anak kita nantinya?

Untuk apa perempuan memiliki karir yang cemerlang?
Perempuan kan tanggungjawabnya laki-laki, semua kebutuhan perempuan nantiya kan dipenuhi oleh suaminya.
Ya, hal tersebut memang benar. Tapi sekali lagi, perempuan memiliki karir yang cemerlang, memiliki kemapanan yang baik, bukan untuk menyaingi laki-laki. Untuk saya pribadi, sebagai seorang perempuan, juga masih menjadi seorang anak dari kedua orangtua saya,  saya masih berkewajiban dan berkeinginan untuk memenuhi kebutuhan orangtua saya, dan akan menjadi kepuasan serta kebahagiaan tersendiri bagisaya jikalau saya mampu untuk memenuhi kebutuhan orangtua saya dengan hasil keringat saya sendiri. 

Selain itu, kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi nantinya (semoga hal baik selalu mengiringi perjalanan hidup kita semua, aamiin), jikalau nantinya terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadi perubahan kondisi ekonomi keluarga, maka perempuan yang telah terbiasa berkarir akan dengan mudah bisa membantu dan berjalan bersama pasangannya untuk kembali membangun perekonomian keluarga menjadi lebih baik lagi.

Jikalau ada lelaki yang minder dengan perempuan semacam ini, -untuk saya- dia merupakan LELAKI LEMAH! Saran saya, jauh-jauh deh dari lelaki yang minder dengan kesuksesan kalian. Kalian para wanita berhak untuk mendapatkan lelaki yang kehebatannya sama atau bahkan lebih dari kalian. Kalian harus bisa mendapatkan lelaki yang mampu menerima diri kalian apa adanya, menerima segala kekurangan dan kehebatan yang kalian punya. 

Perempuanku, kalian percaya bahwa jodoh adalah cerminan diri? Saya percaya.
Saya, sebagai seorang perempuan, ingin mendapatkan lelaki yang berkualitas, maka dari itu, saya mecoba meningkatkan kualitas diri saya agar nantinya sayapun mendapatkan jodoh yang merupakan cerminan diri saya. 

Perempuanku, jangan takut untuk memiliki cita-cita yang tinggi. Jangan takut untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Jangan pernah takut untuk menjadi perempuan yang berkualitas A+! Dan jangan pernah berpikiran kalian membuat lelaki minder akan hal tersebut. 

Perempuanku, kamu hebat, kalian hebat, kita semua hebat. Tidak ada yang salah menjadi perempuan hebat. Perempuan hebat, pantas untuk mendapatkan laki-laki yang hebat pula!
Karena mereka yang lemah akan selalu merasa terintimidasi oleh mereka yang kuat, itu hukum alam. 
Dan untuk kalian, para laki-laki lemah yang masih merasa minder dengan para perempuan hebat, coba dibaca tulisan dari mas Wadhiyankf, seorang laki-laki hebat lulusan S1 yang menikah dengan wanita lulusan S2, dan tidak memiliki ketakutan apapun tentang hal itu, selamat membaca.


Salam,
Zahara.

19 komentar

  1. Indonesia masih dikuasai oleh paham patriarki, Mbak. Ya, gak heran. Persepsi demikian masih menyelimuti sebagian besar masyarakat. Mereka secara langsung maupun tidak langsung telah memblokade gerak perempuan. Apalagi di adat Jawa. Tapi, gerakan feminism sudah banyak dikerahkan juga. Bukan hanya dari perempuan. Laki-laki juga turut, dalam hal ini disebut dengan laki-laki baru. Kesetaraan mulai tampak, perlahan tapi pasti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yap! perlahan paradigma terhadap "perempuan ga boleh sekolah tinggi-tinggi"perlahan akan hilang mba! bismillah semoga dunia bisa berubah ke arah yang jauh lebih baik lagi.

      Hapus
  2. Setuju banget sama kakak.. Perempuan nggak ada salahnya untuk sekolah tinggi, supaya jadi ibu yang baik untuk anak2nya kelak

    BalasHapus
  3. Setuju banget sama kakak.. Perempuan nggak ada salahnya untuk sekolah tinggi, supaya jadi ibu yang baik untuk anak2nya kelak

    BalasHapus
    Balasan
    1. yash! saya ingin berpendidikan tinggi agar nantinya dapat memberikan pendidikan terbaik untuk anak saya. semangat buat kita mba!

      Hapus
  4. Sahabat terbaikku ia memilih melanjutkan pendidikan tingginya bahkan ia menjadi PNS di salah satu departemen keren di Jakarta memang usianya terus menerus bertambah tapi akhirnya Alloh berikan jodoh terbaik dengan cara yang terbaik pulak. Jadi kalau menurutku mah selagi memang mampu dan ada kesempatan mengapa tidak untuk terus melanjutkan pendidikan dan mengukir karir cemerlang krn menurutku bacotan orang cuman bisa bikin down doang selebihnya nothing *agak emosi aku kalau ketemu orang kayak pengemudi drivernya mba hahahahaha sok tau banget jodoh kan ditangan Alloh kita mah usaha memperbaiki diri dan terbukti dengan kisahnya sahabatku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah ini! bener banget mba herva! manusia hanya bisa merencanakan, tapi tetap Tuhan yang menentukan. Saya sebagai manusia juga hanya berencana untuk menikah di umur 27, tapi sayapun tidak tahu bagaimana rencana Tuhan terhadap pernikahan saya nanti.

      terima kasih sudah mau berbagi kisah sahabatnya mba, mengispirasi!

      Hapus
  5. Aku menikah di usia 27 tahun dan saat itu suamiku 28 tahun, sekarang udah 9 tahun pernikahan kami, iya waktu itu kita ambil kuliah profesi dulu, aetelah istirahat setahun dari kuliah S-1 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. TUhkan! ada contohnya nih, nikah umur 27 tahun pun ga masalah dan bahkan langgeng sampai saat ini kan mba! selamat ya!

      Hapus
  6. Ada2 aja ya pengemudi taksi jaman sekarang. Aku pernah loh disaranin punya pacar minimal 6 supaya kalau putus ga patah hati trus bunuh diri. Ya kaliiikk.. Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. punya 6 pacar? hahaha. setiap hari ngapel sama cowok yang beda-beda hahaha

      Hapus
  7. Pemikiran kuno itu mah. Justru perempuan itu harus pintar la nanti siapa yg mo mendidik anaknya kalo emaknya bodo

    BalasHapus
  8. Wah untung bukan aku yang ngobrol sama sesebapak itu :D pas ditanyain "rencana nikah umur berapa mbak?" trs aku jawab umur 32 th apa ga bakal dibilang perawan tua *eh! hahahahaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha. aku pun kesal sbenarnya mba. cuma aku tahan aja, menghormati beliau yang umurnya lebih tua daripada saya

      Hapus
  9. Setuju banget, perempuan berpendidikan tinggi bukan untuk menyaingi laki2. Justru harus banget krn jd ibu, artinya dia jd sekolah pertama buat anak2nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju mba! wah aku senang ternyata banyak yang sepemikiran sama aku muehehe.

      Hapus
  10. Semakin banyak ilmu semakin baik, yang penting tetep menghargai suami walaupun pendidikannya lebih rendah.

    BalasHapus