Membunuh Sepi di Tengah Puasa Saat Pandemi

Sendirian itu menyenangkan, untuk saya. Saya bisa lebih mengenal diri saya sendiri saat sedang sendirian, apa yang saya suka, apa yang tidak disuka. Saya bisa jalan-jalan ke tempat manapun yang saya inginkan tanpa harus memikirkan perasaan orang lain, apakah ia suka ataupun tidak dengan tempat yang kami kunjungi. Sendirian itu menyenangkan, untuk saya yang mulai bisa menikmati saat-saat saya hanya bersama dengan diri saya sendiri.



Sendiran tidak selalu menyenangkan, bukan perkara yang mudah dan butuh proses yang cukup panjang bagi saya sampai akhirnya saya bisa menikmati kesendirian ini dengan nyaman. Saya harus berkenalan dengan berbagaimacam bentuk kesepian, ketidakpercayaan diri, dan banyak perasaan tidak menyenangkan lainnya. Namun bagi saya, rasa sepi adalah rasa yang paling berbahaya untuk dihadapi saat kita sendirian.


Rasa sepi ini bisa berkembang menjadi berbagaimacam perasaan yang cukup berbahaya. Seperti hasil riset Proyek ABC Australia Talks yang dilansir dari theconversation.com, rasa sepi diibaratkan sebagai kanker sosial yang sama berbahayanya dengan kanker fisik. Rasa sepi bisa membunuh manusia tanpa mereka sadari. Rasa sepi ini sangat licik, bergerak secara perlahan, pandai berkamuflase menjadi perasaan-perasaan lainnya. Rasa sepi ini sering mendorong kita untuk pergi ke tempat yang lebih ramai seperti kelab malam, atau enggan berdiam diri di rumah dan memilih untuk pergi ke cafe atau tempai ramai lainnya, kadang juga ada yang mendorong kita untuk lari dari kenyataan dengan ditemani oleh minuman keras ataupun obat-obatan terlarang. Sungguh menyeramkan perasaan sepi ini.


Rasa sepi memiliki banyak wajah, dan setiap orang pun menghadapi rasa sepi yang berbeda. Sama halnya seperti saya, dua tahun lalu. Saat pandemi Covid-19 mulai me-lock down Indonesia, semuanya harus diberi jarak, semua harus dilakukan secara mandiri, minimalisir perkumpulan, dan semuanya dituntut untuk terbiasa sendiri, semua hal itu menjadi ladang basah untuk rasa sepi itu muncul dan berkembang dalam diri.


Terlebih lagi saat puasa pertama di tengah pandemi. Duh! Rasanya sangat menyiksa bagi saya yang Sudah hampir 7 tahun menjadi anak kosan. Sebagai anak kosan saya biasanya membunuh rasa sepi saya di tengah bulan puasa dengan ikut bukber (buka bersama) sana sini. Namun pengalaman pertama puasa saat pandemi membuat saya sulit menemukan cara untuk membunuh rasa sepi ini. Tidak ada bukber untuk bercengkrama dengan teman, tidak ada acara ngabuburit berkeliling kota untuk menunggu waktu berbuka, tak ada acara nginep dan sahur Bersama teman-teman lagi. Sulit untuk saya mengelola rasa sepi yang muncul di tengah puasa saat pandemi ini.


Ternyata yang merasakan sepi ini tidak hanya saya seorang, teman-teman saya pun banyak merasakan hal yang sama, terlebih untuk mereka yang senasib sepenanggungan sebagai anak kosan seperti saya ini. Akhirnya kami memutuskan untuk membunuh rasa sepi bersama-sama secara online. Ya, pandemi mendorong kita untuk melakukan hal apapun tanpa berkerumun, maka dunia digital lah yang bisa memfasilitiasi kita semua agar tetap dapat berkumpul di tengah pandemi ini.


Akhirnya saya dan teman-teman saya mengatasi rasa sepi puasa saat pandemi dengan mengkonversi semua kegiatan offline menjadi kegiatan online, seperti buka puasa bersama secara online, sahur bareng secara online, nonton film bareng secara online, dan bahkan ngerumpi secara online. Kami bersyukur meskipun kami terkurung di tempat masing-masing saat pandemi seperti ini, tapi kami didukung oleh teknologi yang mumpuni, sinyal yang cepat, aplikasi-aplikasi yang canggih, sehingga kami bisa berkumpul secara online dengan hangat dan tidak mengurangi keakraban kita saat bersama.


Membunuh rasa sepi tidak pernah mudah, terlebih lagi anak kosan seperti saya saat puasa di tengah pandemi seperti sekarang ini. Saya harus pintar-pintar mencari celah hal apa yang bisa saya lakukan agar rasa sepi tidak kembali tumbuh dalam diri saya.


Lalu untuk kamu, bagaimana cara mu membunuh rasa sepi di tengah puasa saat pandemi seperti sekarang ini?


xoxo,

zlindra

Tidak ada komentar